- Back to Home »
- Pelajaran Sejarah »
- Perang Aceh (1873 – 1904)
Serangan pertama (1873) dipimpin oleh Jenderal J.H.R. Kohler. Ia tewas lalu digantikan oleh J. Van Swieten. Jenderal Pel menggantikan Van Swieten, tetapi ia tewas pada tahun 1876. Tokoh Aceh yang sangat diperhitungkan Belanda adalah Teuku Cik Di Tiro. Dengan semangat perang sabil, ia mampu menembus pasukan Belanda. Untuk menghemat biaya perang, Belanda menjalankan siasat “Konsentrasi Stelsel” (pemusatan perlawanan). Siasat ini dihancurkan oleh Laskar Aceh melalui serangan gerilya, kemudian Belanda menggunakan siasat adu domba antara sesama Laskar Aceh tetapi tidak berhasil. Pada tahun 1893 Teuku Umar pura-pura menyerah dan bersedia bekerja sama dengan Belanda. Pada tahun 1899 Teuku Umar gugur dalam pertempuran sengit di Meulaboh. Perjuangannya dilanjutkan oleh isterinya, Cut Nyak Dien.
Akhir perlawanan
Karena sulitnya usaha mematahkan perlawanan Aceh, Belanda mencoba mengikuti saran Dr. Snouck Hurgronje. Menurutnya, Aceh harus ditaklukkan dengan kekerasa. Untuk itu dibentuklah Pasukan Marsose oleh Jenderal van Heutsz. Pada tahun 1900 laskar Aceh mendapat tekanan dari Belanda melalui penyerangan dan kekejaman. Sultan Muhammad Dawud Syah dan Panglima Polim menyerah pada tahun 1903. Meskipun demikian, perlawanan terhadap Belanda masih berlangsung sampai tahun 1912.
Perang Aceh berlangsung lebih lama jika dibandingkan dengan perlawanan-perlawanan di daerah lain. Hal ini terjadi karena beberapa sebab, yaitu:
a. Keadaan alam yang bergunung-gunung dan hutan lebat sehingga dapat digunakan sebagai tempat berlindung
b. Para ulama Aceh mempunyai pengaruh yang sangat besar dalam mengobarkan semangat perang Sabil
c. Perang Aceh tidak tergantung pada seorang pemimpin
d. Faktor sosial masyarakat Aceh yang tidak mudah tertarik pada janji-janji yang disampaikan oleh Belanda.
Kunjungi juga: http://matakristal.com/