Kebudayaan Pendidikan adalah gagasan, konsep, yang mendasari praksis pendidikan yang merupakan aspek dari keseluruhan kebudayaan. Kebudayaan pendidikan tidak terlepas dari keseluruhan elemen-elemen kebudayaan khususnya filsafat, ilmu pengetahuan, adat istiadat, dan cara hidup lainnya. Didalam sejarah pendidikan Indonesia, dapat kita telusuri praktek pendidikan yang telah muncul pada zaman Hindu Budha dengan sistem asrama yang kemudian terus mengalami perkembangan dan pada zaman masuknya agama islam di Nusantara dengan pendidikan pesantren. Sementara pada masa kolonial praktek pendidikan juga tidak lupt dari pengaruh-pengaruh pemikiran serta praktek pendidikan barat yang dibawa oleh kolonialisme seperti Spanyol, Portugis, dan Belanda.
Usaha untuk mengerti kebudayaan pendidikan khususnya didalam proses belajar mengajar. Bruner mengemukakan empat jenis pandangan pedagogik diantaranya:
1. Pandangan Internalis
Pertanyaan pokok didalam pandangan ini ialah apa yang dapat diperbuat oleh peserta didik didalam proses pendidikannya.
2. Pandangan eksternalis
Pokok pertanyaannya ialah apa yyang dapat dibuat oleh seorang pendidik terhadap peserta didik didalam proses pendidikannya.
3. Pandangan intersubjektif
Pandangan yang menganggap proses belajar sebagai suatu proses interaksi antara pendidik dan peserta didik serta sesame peserta didik.
4. Pandangan objektivis
Pandangan yang menganggap bahwa peserta didik seperti pandangan seorang entomologis yang melihat para peserta didik seperti sekawan semut atau kawanan domba.
Pandangan keseluruhan yang menyeluruh tersebut sifatnya ialah pandangan metakognitif terhadap proses belajar yang artinya tujuan proses belajar bukan sekedar tahu atau menguasai keterampilan yang diinginkan tetapi merupakan proses refleksi termasuk refleksi mengenai jenis pekerjaannya dimasa depan.
B. Beberapa Budaya Praksis Pendidikan di Indonesia
Kebudayaan Indonesia merupan suatu silang budaya Internasional. Salah satu pengaruh yang sangat membekas di dalam praksis pendidikan Indonesia ialah budaya pendidikan colonial yang masih terus mendominasi berbagai praktek pendidikan kita. Salah satu budaya tersebut ialah intelektulisme dan verbalisme.budaya intelektualisme telah membawa pendidikan nasional kepada yang namanya Paulo Feire(dimana tugas pendidikan ialah mennyodorkan fakta kedalam diri peserta didik sebagai khazanah hafalan. Kebudayaan pendidikan yang menekankan kepada intelektualisme membawa kepada metodologi pendidikan yang verbalistik.proses belajar mengajar bersifat monolog dan tidak ada ruangan bagi pengembangan analisis berpikir dan mengeluarkan pendapat sendiri.
Budaya pendidikan yang menunjang praksis pendidikan yang intelektualisme dan verbalistis dan monolog juga ditopang oleh sikap hidup bangsa Indonesia yang cenderung feodalistis dan birokratik. kedua sikap ini, feodalisme dan birokrasi saling tunjang-menunjang dan menentukan pula corak administrasi dan manajemen pendidikan nasional hingga saat ini.
C. Budaya Administrasi dan Manajemen Pendidikan Nasional
Administrasi dan manajemen pendidikan nasional merupakan berbagai usaha untuk mewujudkan visi, misi, dan program dalam penyelenggaraan pendidikan nasional. Terdapat beberapa komponen pendidikan dalam usaha tersebut yakni merencanakan, pembiayaan, penyelenggaraan, dan evaluasi pendidikan nasional.
Administrasi dan manajemen pendidikan nasional ialah keseluruhan kegiatan untuk mencapai kualitas pendidikan dalam berbagai bentuk, jenis, dan jenjangnya, bagaimana mewujudkan suatu sistem pendidikan nasional yang efisien serta relevan dengan kehidupan bermasyarakat, dan berbangsa, serta bagaimana menyelenggarakan pendidikan nasional dalam rangka menghidupkan pandangan hidup demokrasi dalam rangka membangun masyarakat madani Indonesia. Administrasi dan manajemen pendidikan nasional mengandung unsur-unsur sebagai berikut:
1. Mempunyai visi, misi, dan program-program yang jelas
2. Mempunyai rencana baik jangka panjang, menengah, dan jangka pendek yang disusun secara rapi dan terarah
3. Mempunyai seperangkat strategi untuk mewujudkan rencana yang telah disepakati
4. Suatu organisasi yang efisiendan dinamis untuk mendukung pelaksanaan mencapai tujuan rencana-rencana yang telah tertata dengan baik
5. Pelaksanaan kegiatan-kegiatan untuk mewujudkan tujuan-tujuan tersebut didukung oleh sumber daya manusia yang profesional, baik untuk tingkat pelaksana, supervise, serta tenaga-tenaga penunjang lainnya.
Administrasi dan manajemen pendidikan dibagi menjadi dua jenis yakni administrasi dan manajemen pendidikan yang bersifat makro dan mikro. Administrasi dan manajemen pendidikan yang bersifat makro dapat dibedakan lagi antara yang bersifat nasional dan daerah sedangkan yang bersifat mikro ialah yang berorientasi kepada masyarakat lokal dan pada lembaga-lembaga sekolah atau pendidikan. Selain itu, terdapat juga dua komponen administrasi dan manajemen pendidikan nasional yang pada dasarnya memiliki dua aspek pokok yaitu:
1. Aspek manajemen atau perangkat teknis untuk mewujudkan pencapaian tujuan yang telah diletakkan didalam visi dan misi pendidikan nasional
2. Aspek kepemimpinan termasuk didalamnya keseluruhan sumber daya manusia yang akan mewujudkan kegiatan-kegiatan yang telah direncanakan.
Kedua aspek ini saling berkaitan satu sama lain sehingga tidak dapat dipisah-pisahkan. Manajemen yang baik hanya dapat berhasil apabila didukung oleh kepemimpinan yang benar.
Administrasi dan maanajemen pendidikan yang sentralistis
Indonesia cenderung lebih mengandalkan administrasi dan manajemen pendidikan yang sentralistis. Seperti telah kita lihat administrasi dan manajemen pendidikan yang sentralistik muncul dari perumusan strategi makro yang sulit mencapai grassroot yaitu pada tingkat sekolah. Apalagi keadaan Negara dan masyarakat Indonnesia yang begitu luas dan beragam, tentunya strategi makro tidak efisien karena banyak menunjang pelaksanaan kebijakan yang sangat terpusat oleh karena itu gaya manajemen yang sentralistik cenderung pada otoriterisme yang tentu tidak akan menghasilkan kualitas pendidikan yang diinginkan. Lembaga-lembaga pendidikan hanya sekedar menghasilkan robot-robot tanpa mengembangkan kemampuan kreativitas. Konsekuensi dari administrasi dan manajemen pendidikan yang sentralistis ialah ketiadaan partisipasi masyarakat didalam mengelola pendidikannya sendiri. Lembaga-lembaga pendidikan terisolasi dan merupakan tanggung jawab sepenuhnya dari pemerintah pusat. Masyarakat secara langsung tidak mempunyai wewenang untuk mengontrol jalannya pendidikan nasional.
Administrasi dan manajemen pendidikan yang sentralistik akan tunduk kepada birokrasi. Besar kemungkinan tidak lagi mempunyai bobot profesional telah berganti dengan pertimbangan-pertimbangan yang tidak objektif atau yang berdasarkan kepada kepentingan golongan atau pertimbangan politik lainnya. Administrasi dan manajemen pendidikan yang demikian dengan gaya otoriter tidak mungkin untuk menciptakan suatu sistem yang akan membawa generasi muda menjadi anggota masyarakat yang demokratis, yang menghargai profesionalisme, dan yang bertanggung jawab langsung terhadap kesejahteraan masyarakatnya. Orang tua dan masyarakat sebagai bagian dari pendidikan nasional yang terpenting telah kehilangan peranan dan tanggunng jawabnya, peserta didik, orang tua, dan masyarakat juga telah menjadi korban sebagai objek dari suatu sistem yang dikuasai oleh otoriterisme.
Partisipasi Masyarakat
Administrasi dan manajemen pendidikan nasional yang efektif dan efisien memberikan tempat seluas-luasnya bagi partisipasi masyarakat. Tanpa adanya partisipasi dari masyarakat lembaga pendidikan akan terasing dari pengabdiannya bagi kebutuhan masyarakat yang nyata. Misalnya, pendidikan pesantren yang merupakan wujud dari pendidikan yang indigenous yakni pendidikan yang lahir dari kebutuhan dan untuk masyarakat dimana lembaga itu hidup. Dewasa ini badan PBB seperti UNICEF telah menganjurkan community based education yaitu pendidikan yang diabdikan untuk bersama-sama dan dari masyarakat sendiri. Community based education diharapkan merupakan salah satu fundasi untuk mewujudkan masyarakat madani.
Guru dan Administrator yang Otonom
Didalam administrasi dan manajemen pendidikan segala sesuatunya telah diatur oleh pusat sehingga tidak ada tempat bagi peranan guru dan administrator pendidikan yang kreatif dan inovatif, tidak ada tempat untuk bereksperimen. Guru dan administrator tidak mempunyai keleluasaan untuk melaksanakan yang terbaik sesuai dengan situasi dan kondisi masyarakat lokal. Segala penyimpangan-penyimpangan dari prosedur yang telah ditetapkan merupakan pelanggaran. Dengan sendirinya peranan dan fungsi sekolah, guru, supervisor tidak lebih dari suatu sekrup dari mesin birokrasi yang besar.jika dilihat secara sepintas memang dapat dibayangkan akan tercapai mutu pendidikan yang di inginkan. Ibarat mesin besar dari pusat bergerak maka dengan sendirinya sekrup-sekrup kecil dilembaga pendidikan akan ikut bergerak. Namun, pada kenyataannya tidak demikian. Manusia bukanlah sebuah mesin dan masyarakat bukanlah pabrik. Masyarakat madani yang kita inginkan ialah masyarakat yang mengakui perbedaan perbedaan dan menghargai kesepakatan dari kepentingan orang banyak. Oleh karena itu, guru dan administrator pendidikan harus dapat menciptakan kondisi bagi hidupnya semangat kreatif dan inovatif yang menghargai adanya perbedaan didalam masyarakat.
Guru adalah profesi yang otonom artinya dia harus mempunyai keleluasaan untuk menginterpretasikan gaya dan materi yang akan dibawakannya sesuai dengan kemampuan peserta didik dan tuntutan masyarakat lokal. Sementara supervisor atau administrator mempunyai peranan dan fungsi untuk memberikan pengarahan dan bukan untuk mematikan inisiatif para guru.
Peran Supervisi
Supervisi dalam pengertian kepolisian ialah yang bertugas memperhatikan apakah tindakan-tindakan yang dilakukan berlawanan dengan kaidah-kaidah hukum yang berlaku. Dalam pengertian manajemen, supervisi bukan sekedar melihat ketepatan pelaksanaan peraturan yang berlaku tetapi lebih ditekankan pada self supervision yakni kesadaran dan misi para pelakunya untuk bertanggung jjawab terhadap visi dan misi organisasi. Tanggung jawab dan hak-hak didalam hubungan supervise dan pelaksana dalam suatu organisasi yang demokratis akan saling melengkapi. Tidak adanya pertentangan diantara supervisor dan pelaksana yang ada ialah rasa untuk saling membantu. Fungsi supervisi bukan mencari kesalahan tetapi melengkapi dan mendorong sukses yang telah dicapai oleh para pelaksana.
D. Administrasi dan Manajemen Pendidikan yang Bertumpu pada Lembaga Sekolah
Administrasi dan manajemen pendidikan selama ini sifatnya sangat makro sehingga terlalu luas dan kurang terfokus yang mengakibatkan efisiensi sistem pendidikan kita yang rendah sehingga dengan demikian sangat berpengaruh didalam pencapaian kualitas pendidikan sebagaimana yang telah dikonstratir oleh Badan Pertimbangan Pendidikan Nasional(1998). Oleh sebab itu, sudah waktunya untuk memfokuskan perhatian terhadap lingkungan lembaga pendidikan (sekolah) untuk membentuk tingkah laku yang kita inginkan.
Pendekatan institusional administrasi dan manajemen pendidikan PIAM kini telah di coba dan dilaksanakan dibanyak Negara seperti Amerika dan Australia. Pendekatan ini sesuai dengan proses demokratisasi dan otonomi pemerintahan daerah bahkan menunjang proses demokratisasi bangsa ini dalam rangka untuk mewujudkan suatu masyarrakat madani Indonesia. Banyak hal-hal positif yang dapat dipetik dari PIAM, segi-segi positif misalnya terjadinya pemanfaatan secara maksimal sumber daya manusia karena PIAM menyadari akan pentingnya expertise dan kompetensi dari para guru untuk melaksanakan tugas-tugasnya. Didalam kondisi PIAM, kemampuan individual seorang guru diberikan kebebasan yang sangat luas untuk dapat dilaksanakan. Loyalitas dan komitmen staf yang semakin meningkat karena terdapat kesempatan untuk ikut serta mengembangkan sesuatu yang lebih baik sehinngga akan mengembangkan sense of ownership. Rencana-rencana yang telah disusun bersama akan dilaksanakan dengan giat.keterampilan kepemimpinan akan terus dikembangkan karena partisipasi yang meningkat menuntut kualitas kepemimpinan yang semakin tinggi. Pendekatan PIAM tergantung pada keseimbangan antara otonomi dan kontrol yang hanya dapat dicapai melalui saling pengertian dan kejelasan mengenai misi dan visi organisasi.
Didalam usaha melaksanakan PIAM juga menghadapi berbagai macam masalah diantaranya:
1. Bertambahnya beban kerja. Dalam mengubah cara kerja dan kepemimpinan yang sifatnya lebih otoriter menjadi lebih demokratis tentunya memerlukan waktu yang cukup lama. Para anggota harus belajar untuk berdiskusi dan mengambil keputusan secara bersama-sama sehingga menuntut suatu sikap yang baru dan sikap penuh kesabaran dan menghormati perbedaan pendapat.
2. Pelaksanaan PIAM memerlukan biaya yang lebih besar bila dibandingkan dengan organisasi yang sentralistik dan monolitik. Namun, bila PIAM telah terselenggara dengan baik maka masalah biaya akan dapat dihemat sehingga menjadi lebih efisien.
3. Mengubah struktur organisasi yang biasa menjadi PIAM memerlukan perkembangan staf yang lebih baik. Oleh sebab itu pengembangan sumber daya manusia merupakan prioritas penting didalam pengembangan PIAM.
4. Pendekatan PIAM menuntut adanya kepemimpinan yang mantap. Apabila supervisor dan kepala sekolah terus- menerus berubah maka sukar untuk ditegakkannya suatu organisasi yang kuat dan manajemen yang berhasil.
5. Lembaga-lembaga pendidikan(sekolah) telah terpenjara didalam suatu sistem yang kaku dan birokrasi yang ketat. Hal ini tentu akan menjadi penghalang besar didalam menerapkan PIAM.